Malam ini aku menulusuri Jalan Kaliurang karena kebetulan ngerasa bosen banget di kost. Cukup dingin dan sepi malam itu, tidak seperti biasanya yang selalu ramai oleh mahasiswa yang memburu makan malam, tapi aku ingat sedang masa liburan waktu itu. Kenapa aku gak liburan? Well, mahasiswa kedokteran gak kenal liburan, cuman kenal 'Pulang ke Rumah Sebentar'.
Entah apa yang merasukiku malam itu, tapi seketika dalam pikiranku terbayang sebuah martabak telor yang gurih dan renyah. Mungkin ada arwah mantan tukang martabak yang gak sengaja kutabrak sehingga dia masuk kepikiranku, dan sekarang aku berambisi untuk membawanya satu untuk diriku sendiri dan akan kuhabiskan sambil nonton film di kost. Ini akan menjadi malam yang indah. Ya, bahagiaku sederhana, tapi menggemukan.
Sambil menelusuri Kaliurang, aku melihat kanan kiri tempat dimana biasanya ada tukang martabak nongkrong. Sepanjang jalan yang aku lihat cuman gerobak martabak yang tidak berpenghuni, tutup, tutup, tutup, dan tu... AHHH ADA SATU YANG BUKA! Aku melihat gerobak martabak tersebut dipenuhi cahaya dari langit, kalok di game ini kayak nemu toko yang jual item dengan level mythical semua.
"Bang, martabak telornya satu."
"Iyaa mas."
Aku dari kecil paling suka nontonin abangnya bikin martabak. Mulai dari yang ngelempar-lempar tepungnya biar jadi lebar, terus dia masukin semua isi martabaknya, terus ngocok telor dan bahan lainnya dengan penuh tenaga, sampai ngegorengnya yang biasanya abangnya suka mandiin martabaknya pake minyak. Hiburan tersendiri buat aku sambil nunggu martabaknya jadi.
"Susah banget bang nyari martabak pada tutup semua padahal baru jam segini."
"Iyaa kan lagi libur mas kuliahnya, jadi konsumennya sepi"
"Iyaa sih, lah kalok abang biasanya tutup jam brapa?"
"Semoodnya saya mas."
"Wah sama kayak saya kalok lagi ngerjain skripsi semoodnya bang," padahal yaa gak mood terus sehingga gak dikerja-kerjain.
"Hahaha bisa aja mas. Masnya asli sini?"
"Ndak hehe."
"Lah libur kok ndak pulang?"
"Saya belom libur."
"Fakultas apa mas?"
"Kedokteran."
"Oalaaah pantes." Miris gak sih denger ini, abang martabak aja tau anak kedokteran jarang libur.
Aku orang yang lebih suka in touch sama orang yang ada di dekatku, itu yang membuatku dan abang ini jadi ngobrol panjang lebar. Aku masih berusaha untuk tidak jadi generasi yang menunduk, memandang HP dan lupa sama orang yang ada di hadapannya. Yaa asalkan yang diajak ngobrol juga responsif sih, dulu pernah juga beli makanan, ngajak ngobrol yang jualan, dia cuman iyaa nggak iyaa nggak, yaudah kutinggal main HP.
Dari perbincangan kita, aku tau abangnya ini bukan orang Jogja, tapi orang Kudus, pindah ke Jogja udah lama semenjak dia kuliah, sekarang udah lulus, sempet kerja serabutan hingga akhirnya sekarang jadi penjual martabak.
"Dulu kuliah fakultas apa bang?"
"Pendidikan agama mas."
Kalian pasti punya pertanyaan yang sama denganku, kok bisa jadi jualan martabak? Seharusnya dia jadi guru dong. Tapi pertanyaan itu cuman aku simpen dalam hati, aku hanya diam, menurutku hal tersebut sensitif untuk ditanyakan, sampai akhirnya abangnya yang menjawab diamku,
"Seharusnya jadi guru ya mas saya," jawabnya dengan raut wajah yang berbeda dari sebelumnya.
"Ya, rejeki gak ada yang tau bang," hiburku sambil tersenyum. Memberi tanda bahwa gak ada yang salah jika lulusan sarjana berakhir dengan jualan martabak. Abang itu hanya tersenyum membalas pernyataanku.
"Saya pun gak tau bang nanti bakal jadi apa."
"Lah masnya kan udah pasti jadi dokter."
"Iyaa sih, tapi susah juga di sini. Saya aslinya gak mau jadi dokter bang, ini semua demi ibu saya, kapan lagi kan bikin bangga ibu, mumpung masih ada."
"Iyaa mas, kalok niatnya gitu insyallah dipermudah."
"amiin."
"Emang aslinya masnya mau jadi apa?"
"Sutradara, saya suka bikin video."
"Ya jadi dokter yang bikin film mas hahaha."
"Hahaha bisa aja si abang, mau filmin apa bang, pasien saya? hahaha."
"Dibikin film pas operasi mas haha," jawabnya sambil bungkusin martabak yang sudah jadi.
"Ngomongin tentang ibu, saya pun jadi inget mas apa yang dikatakan ibu saya."
"Apa bang?"
"Dia pernah bilang; gakpapa kalok kita gak punya pekerjaan tetap, yang penting kita tetap bekerja," sambil ngasih martabak pesenanku yang udah jadi. Aku cuman tersenyum sambil menerima martabak itu.
Ya, motivasi bisa datang dari mana saja, bahkan dari tukang martabak sekalipun. Maka sering-seringlah berbicara dengan orang disekitarmu, sopir taksi, tukang laundry, satpam kampus, dan lain-lain. Siapa tau kamu dapet sesuatu juga dari mereka.
23/02/2018
No comments:
Post a Comment