Tadi pagi gue duduk di bandara Yogyakarta. Ditemani segelas Pepsi dan Roti Croissant yang masih dibungkus dengan pelastik. Gue duduk di ruang tunggu bagian arrival, buat nungguin nyokap dateng dari Jakarta. Seperti biasa, gue lebih suka diem dan merhatiin keadaan di sekitar gue. Melihat orang dengan kesibukannya masing-masing, dan mencoba memikirkan bagaimana jika gue menjadi mereka.
Ada beberapa bapak-bapak dengan baju biru lusuhnya yang berdiri sambil menikmati rokoknya. Tertawa bersama dan membicarakan hal-hal yang terjadi belakangan ini. Ketika orang-orang keluar dari tempat dimana mereka mengambil tas, bapak-bapak ini teriak dan menyaut satu-satu orang yang melaluinya.
"Taksi Pak! Taksi Buk! Mari Taksi murah!"
Namun semuanya menolak tawarannya. Dengan senyuman mereka berbincang-bincang lagi dan tertawa bersama menunggu penumpang selanjutnya yang mendarat karena tidak ada yang menerima tawaran mereka. Mereka kalah dengan Travel Agency yang lebih terpercaya, kalah dengan Driver yang sudah menjadi langganan, dan kalah dengan orang-orang suruhan hotel yang menjemput tamu-tamunya. Mereka menikmati kekalahan mereka dengan canda nasib yang sama dengan sesama sopir taksi yang lain, tetap tertawa jika di tolak, tersenyum jika diacuhkan. Kenapa mereka mau bertahan? Keluarga.. Tidak lebih dari itu. Demi keluarga lah mereka bertahan melalui itu semua setiap harinya.
"Pa liat itu pesawatnya terbang!!"
Terlihat anak kecil di belakang gue yang menunjukan jarinya ke udara, dan memandang pesawat yang terbang di udara. Dahinya yang mengkerut menahan sinar matahari di atasnya tidak membuat anak ini menundukan kepalanya.
"Aku mau jadi pilot pa, bisa terbang tinggi!!"
Gue cuman tersenyum melihat tingkahnya, dan inget gue kecil justru pengen jadi Power Ranger dari pada pilot. Lalu gue coba melihat ke udara dan memperhatikan pesawat yang di maksut anak tersebut. Senyuman gue pun hilang. Gue terpikirkan bagaimana perasaan pilot yang ada di pesawat itu. Apakah dia bahagia karena dapat terbang tinggi seperti yang anak tadi bayangkan? Bagaimana jika si pilot menghadap ke daratan, dan berkata
"Aku ingin berhenti terbang dan pulang, aku rindu keluarga ku."
Itu lah hidup, terkadang memiliki segalanya membuat kita berpikir, segalanya tidak dapat kita miliki. So, enjoy it! Jika kekayaan adalah kunci kebahagiaan, tentu orang-orang kaya akan menari bahagia di jalanan. Tapi hanya anak-anak lampu merah yang sering melakukannya. Lari ke sana kemari mengetuk setiap kaca mobil yang berharap mendapatkan receh untuk jajan mereka, lalu bercanda memamerkan uang koin yang mereka dapatkan ke satu sama lain.
Kekuatan dapat menjamin keamanan? Lalu kenapa orang-orang penting berjalan dengan banyak pengawalan? Bukan kah mereka yang hidup sederhana yang justru dapat tidur nyenyak tanpa teror-teror dari saingan karirnya?
Kecantikan dan kepopuleran pun belum tentu membawa kita pada hubungan yang ideal. Artis-artis pun tidak memiliki hubungan perkawinan yang baik, perceraian, perselingkuhan, mereka tidak bisa hidup seromantis itu jika kamu merasakannya sendiri.
Hidup lah sederhana.
Berjalan lah dengan rendah hati.
Dan mencintai lah dengan tulus.
Syukuri yang kamu punya, dan jangan sekali-kali iri dengan orang lain.
"Kita tidak punya waktu untuk memikirkan sesuatu yang tidak kita miliki. Kita hanya dapat memanfaatkan apa yang terbaik dari diri kita, untuk tetap berjuang dalam hidup".
-Hiruma (Eyeshield 21)

nice post :)
ReplyDelete